Bolehkah Istri Minta Cerai Karena Suami Selingkuh
Pikirkan lagi faktor-faktor penting lainnya
Seperti disebutkan sebelumnya, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan istri sebelum minta cerai. Mulai dari kondisi psikis anak, hingga faktor ekonomi keluarga. Pikirkan matang-matang soal faktor ini sebelum memutuskan, supaya tidak membuat keputusan yang keliru ya, Bunda.
Berikan waktu untuk berpikir bagi diri sendiri, jika perlu libatkan konselor pernikahan. Jangan terburu-buru membuat keputusan cerai, karena efeknya justru bisa sangat mengganggu di kemudian hari.
Seperti dikutip dari Your Tango, ada baiknya Bunda juga memberikan waktu bagi suami untuk memberi penjelasan. Terutama jika ia sudah mengetahui niat cerai yang terpikirkan oleh Bunda. Ini penting guna melihat apakah masih ada niat meneruskan pernikahan dari sisi suami.
Pertimbangkan baik-baik sebelum meminta cerai ya, Bunda!
Simak juga video hikmah perceraian di mata Kirana Larasati:
[Gambas:Video Haibunda]
tvOnenews.com - Menyikapi maraknya kasus suami selingkuh yang terjadi di era modern ini, bagaimana seharusnya istri bertindak menurut Islam?
Apakah istri boleh langsung meminta cerai setelah tahu suami selingkuh?
Ataukah istri wajib mempertahankan rumah tangga walaupun suami telah melakukan selingkuh terhadap dirinya?
Perlu dicatat bahwa selingkuh dan zina di dalam Islam termasuk dosa yang besar, entah itu dilakukan oleh suami ataupun istri.
Lantas jika suami selingkuh apakah boleh istri minta cerai?
Seperti dilansir tvOnenews.com dari kanal YouTube Syifa TV, berikut penjelasan Ustaz Khalid Basalamah tentang sikap istri jika suami selingkuh.
Halaman Selanjutnya :
Ternyata menurut Ustaz Khalid Basalamah, boleh-boleh saja bagi istri meminta cerai setelah mengetahui sang suami berselingkuh.
tvOnenews.com - Menyikapi maraknya kasus suami selingkuh yang terjadi di era modern ini, bagaimana seharusnya istri bertindak menurut Islam?
Apakah istri boleh langsung meminta cerai setelah tahu suami selingkuh?
Ataukah istri wajib mempertahankan rumah tangga walaupun suami telah melakukan selingkuh terhadap dirinya?
Perlu dicatat bahwa selingkuh dan zina di dalam Islam termasuk dosa yang besar, entah itu dilakukan oleh suami ataupun istri.
Lantas jika suami selingkuh apakah boleh istri minta cerai?
Seperti dilansir tvOnenews.com dari kanal YouTube Syifa TV, berikut penjelasan Ustaz Khalid Basalamah tentang sikap istri jika suami selingkuh.
Ternyata menurut Ustaz Khalid Basalamah, boleh-boleh saja bagi istri meminta cerai setelah mengetahui sang suami berselingkuh.
Pasalnya, zina dan selingkuh ini termasuk perbuatan fasik yang harus dihindari.
Jika tidak, dikhawatirkan istri ataupun anak akan terpengaruh dan terjerumus gara-gara perbuatan fasik ini.
Akan muncul niatan untuk berselingkuh dan berzina di benak istri.
Sementara anak juga akan mengikuti perbuatan zina dan selingkuh seperti yang dilakukan oleh orang tuanya.
Saat suami ketahuan selingkuh, salah satu hal yang kerap langsung dipikirkan oleh istri adalah minta cerai. Tapi bolehkah istri minta cerai?
Paling penting, sebelum meminta cerai ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh istri. Terutama jika keluarga sudah dikaruniai oleh anak.
Seperti diketahui, kesehatan psikis dan masa depan anak masih sangat terpengaruh oleh orang tuanya. Jika perceraian tetap dilakukan dan tidak berakhir dengan baik, bukan tidak mungkin psikis anak bisa terganggu, Bunda.
Selain itu, faktor lain seperti ekonomi juga menjadi salah satu hal yang perlu dipertimbangkan sebelum istri minta cerai dari suami selingkuh.
Nah, berikut hal-hal yang perlu dipertimbangkan soal boleh atau tidaknya istri minta cerai pada suami yang selingkuh:
Maka untuk menyelamatkan diri dan anak-anak, diperbolehkan untuk meminta cerai jika suami selingkuh.
Lihat perubahan sikap suami
Sebelum meminta cerai, perhatikan dulu bagaimana sikap suami setelah ketahuan selingkuh. Apakah ada perubahan menuju arah lebih baik atau penyesalan yang mendalam? Bisa jadi selingkuh terjadi sesaat dan suami sebenarnya masih ingin melanjutkan pernikahan, serta mau berkomitmen untuk tidak mengulanginya lho, Bunda.
Pertimbangan dalam agama Islam
Dalam agama Islam, gugatan cerai dibagi menjadi dua istilah: fasakh dan khuluk. Fasakh adalah lepasnya ikatan nikah antara suami istri, di mana istri tidak mengembalikan maharnya atau memberikan kompensasi pada suaminya.
Sementara khuluk adalah pengajuan talak oleh istri, namun ia perlu mengembalikan sejumlah harta atau maharnya kepada suami. Sedikit berbeda dari talak, tidak ada rujuk dalam khuluk.
Namun, Ustaz Khalid Basalamah juga menyebutkan bahwa bersabar dan mau memaafkan perbuatan suami itu jauh lebih baik.
"Tapi kalau dia mau bersabar, mau memaafkan itu baik," ujar Ustaz Khalid Basalamah.
Akan tetapi memang harus dipahami perbedaan antara karakter perempuan dan laki-laki.
Jika pada istri cenderung masih mau memaafkan suaminya yang selingkuh, sementara suami pasti tidak akan mau memaafkan jika istrinya yang berselingkuh.
"Cuma ada karakter perempuan ya, ada satu poin positif dari ibu-ibu masih bisa memaafkan," ungkap Ustaz Khalid Basalamah.
"Tapi ini enggak ada pada bapak-bapak ya," sambungnya.
Adapun saran dari Ustaz Khalid Basalamah, sikap istri jika suami selingkuh adalah baiknya memaafkan dan mengarahkan ke jalan yang benar.
Apalagi jika suami sampai benar-benar bertaubat dengan sungguh-sungguh.
"Saran saya kalau emang orang sudah taubat nasuha sudahlah, hidup sebentar di dunia, kita Insya Allah akan menuju kehidupan abadi di akhirat dan hubungan kita sama Allah nih, bukan sama orang-orang ini," kata Ustaz Khalid Basalamah.
"Karena istri, suami, anak, orang tua, tetangga, teman-teman, semua urusan dunia ini hanya perhiasan kehidupan dunia, bukan target," lanjutnya.
Dapatkan berita menarik lainnya dari tvOnenews.com di Google News, Klik di Sini
BincangSyariah.Com – Kehidupan keluarga yang bahagia serta harmonis merupakan harapan atau keinginan siapapun yang akan dan telah menjalani kehidupan pernikahan. Setiap pasangan suami istri mendambakan kehidupan rumah tangga yang tenteram, damai dan bahagia.
Kebahagiaan pernikahan tersebut tidak akan terbangun kecuali hak dan kewajiban pasangan tersebut saling terpenuhi. Terkait dengan kewajiban suami terhadap istri misalnya, suami wajib menunaikan hak materi berupa mahar dan nafkah materi, maupun hak non-materi istri seperti memberikan nafkah batin serta berlaku adil terhadapnya. Ini seperti disebutkan Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhū (j. 9 h. 6832),
للزوجة حقوق مالية وهي المهر والنفقة، وحقوق غير مالية: وهي إحسان العشرة والمعاملة الطيبة، والعدل.
“bagi istri terdapat beberapa hak yang bersifat materi berupa mahar dan nafaqoh dan hak-hak yang bersifat non materi seperti memperbagus dalam menggauli dan hubungan yang baik serta berlaku adil.”
Ketika hak-hak dan kewajiban dalam rumah tangga tidak terpenuhi maka akan berakibat kepada keretakan rumah tangga itu sendiri, dan yang terburuk adalah mengakibatkan pernikahan tersebut menjadi berakhir dengan perceraian.
Pada prinsipnya, agama tidak menghendaki (meski tidak melarang) terjadinya perceraian setelah terjadi sebuah pernikahan. Namun, jika ada sekian faktor – termasuk tidak mampu menafkahi – yang menunjukkan kalau perceraian bagi pasangan yang menjadi kehidupan rumah tangga adalah jalan terbaik, maka agama memiliki penjelasan tentang fikih perceraian tersebut. Perceraian dibagi menjadi dua yaitu: furqotu talaq (perceraian talaq), yaitu suami mentalak istri dan furqotu faskhin (cerai gugat), dimana istri menggugat cerai suami di hadapan pengadilan. Salah satu faktor yang dibenarkan agama untuk melakukan faskh adalah kondisi jatuh miskinnya seorang suami (mu’sir) dan ia tidak lagi mampu menafkahi istrinya. Ini seperti disebutkan dalam kitab I’anatu at-Thalibin ‘ala Hill Alfāẓ Fath al-Mu’īn (j. 4 h. 98) dan Fath al-Wahhāb bi Syarh Manhaj at-Ṭullāb (j. 2 h. 147),
فرع في فسخ النكاح: وشرع دفعا لضرر المرأة يجوز (لزوجة مكلفة) أي بالغة عاقلة لا لولي غير مكلفة (فسخ نكاح من) أي زوح (أعسر) مالا وكسبا لائقا به حلالا (بأقل نفقة) تجب وهو مد (أو) أقل (كسوة) تجب كقميص وخمار وجبة شتاء
“sebuah cabang pembahasan di dalam penjelasan faskh nikah: faskh disyariatkan guna mencegah doror (bahaya) seorang istri dan faskh boleh dilakukan bagi istri yang baligh, berakal terhadap suami yang melarat akibat tidak memiliki harta, atau pekerjaan yang layak serta halal yang paling sedikit untuk kewajiban menafkahi (pangan), yaitu setidaknya satu mud. Atau tidak memiliki harta yang paling sedikit untuk kewajiban menafkahi sandang-nya istri, seperti gamis, kerudung, atau jubah untuk musim dingin.” (I’anatu at-Ṭālibīn, j. 4 h. 98)
وَلَا ” فَسْخَ ” قَبْلَ ثُبُوتِ إعْسَارِهِ ” بِإِقْرَارِهِ أَوْ بِبَيِّنَةٍ ” عِنْدَ قَاضٍ ” فَلَا بُدَّ مِنْ الرَّفْعِ إلَيْهِ ” فَيُمْهِلُهُ ” وَلَوْ بِدُونِ طَلَبِهِ ” ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ ” لِيَتَحَقَّقَ إعْسَارُهُ وَهِيَ مُدَّةٌ قَرِيبَةٌ يُتَوَقَّعُ فِيهَا الْقُدْرَةُ بِقَرْضٍ أَوْ غَيْرِهِ.
“tidak ada (boleh) faskh sebelum penetapan melaratnya suami dengan pengakuan dari dirinya atau dengan adanya bukti di hadapan Qadhi’ (pengadilan). Maka harus dilaporkan kepada Qadhi terlebih dahulu. Kemudian Qadhi’ memberi tenggang waktu kepada suami selama tiga hari, sekalipun dengan tanpa permintaannya, agar nyata kemelaratan dari suami tersebut dan itu waktu yang sebentar yang mana kemampuan ditangguhkan dengan cara mencari pinjaman atau selainnya.” (Fath al-Wahhāb bi Syarh Manhaj at-Ṭullāb, j. 2 h. 147),
Dari dua penjelasan ulama diatas, menurut hemat penulis walaupun menggugat cerai seorang istri diperbolehkan kepada suami karena jatuh miskin, namun hal ini tidak melulu dipandang dengan akal yang pendek. Oleh karena itu syariat memberikan opsi tatkala suami dalam keadaan jatuh miskin, hendaknya istri bersabar (jika bisa), dan boleh bagi istri untuk kerja mencari nafkah keluarga tatkala suami sudah tidak bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga. Artinya, perceraian bukan satu-satunya jalan yang bisa ditempuh. Meskipun hal ini bukan menafikan bahwa istri boleh saja menggugat cerai suami ketika jatuh miskin.